Kurikulum Link and Match: Sejauh Mana SMK Sudah ‘Nyambung’ dengan Kebutuhan Perusahaan

Isu utama dalam pendidikan kejuruan adalah relevansi lulusan dengan pasar kerja. Konsep Link and Match yang digaungkan pemerintah menjadi solusi strategis untuk menjembatani kesenjangan antara kompetensi yang diajarkan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dengan Kebutuhan Perusahaan yang terus berubah seiring perkembangan teknologi dan industri. Kurikulum ini menuntut SMK untuk tidak lagi berjalan sendiri, melainkan harus bersinergi erat dengan Dunia Usaha dan Dunia Industri (DUDI) dalam menyusun materi ajar, menyediakan fasilitas praktik, hingga menentukan standar kelulusan. Implementasi Link and Match yang sukses sangat bergantung pada seberapa jauh SMK mampu memahami dinamika dan Kebutuhan Perusahaan di sektor masing-masing. Langkah nyata dalam menyelaraskan kurikulum dengan Kebutuhan Perusahaan ini akan menentukan kualitas tenaga kerja Indonesia di masa depan.


Implementasi Kurikulum dan Tantangannya

Penerapan Link and Match di SMK meliputi beberapa aspek krusial. Pertama, penyusunan kurikulum bersama. Idealnya, kurikulum SMK tidak hanya disusun oleh tim akademik sekolah, tetapi juga disahkan dan diverifikasi oleh perwakilan industri terkait. Misalnya, SMK di bidang Teknik Kendaraan Ringan seharusnya melibatkan teknisi senior dari bengkel resmi besar, seperti yang diterapkan oleh SMK Vokasi Unggul di Jawa Barat. Sekolah ini bekerja sama dengan produsen otomotif untuk menyesuaikan kurikulum jurusan Otomotif. Pada Agustus 2024, sekolah tersebut menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) yang menjamin kurikulum mereka 80% selaras dengan standar operasional perusahaan mitra.

Kedua, adalah Praktik Kerja Lapangan (PKL) atau Praktik Kerja Industri (Prakerin). Prakerin merupakan momen siswa mengaplikasikan ilmu teori ke dalam lingkungan kerja nyata, sehingga mereka memahami budaya kerja dan Kebutuhan Perusahaan. Durasi Prakerin yang ideal kini didorong untuk diperpanjang, dari yang semula tiga bulan menjadi minimal enam bulan. Kepala Bidang Pendidikan Vokasi Kementerian Pendidikan, Dr. Ir. Budi Hartono, M.T., dalam sebuah seminar di Surabaya pada Jumat, 22 November 2024, menekankan bahwa durasi yang lebih lama memungkinkan siswa benar-benar menjadi bagian dari tim dan menguasai alur kerja.

Ketiga, keberadaan Guru Tamu Industri. Guru tamu adalah profesional aktif dari DUDI yang secara berkala mengajar di SMK, membawa wawasan teknologi terbaru dan pengalaman praktis yang tidak termuat dalam buku teks. Hal ini memastikan bahwa siswa mendapatkan informasi yang paling up-to-date dan relevan. SMK yang menerapkan program ini secara konsisten, seperti SMK Perbankan di Jakarta Pusat, bahkan mencatat bahwa 65% lulusannya langsung direkrut oleh perusahaan tempat mereka Prakerin. Program ini harus dijadwalkan secara teratur, misalnya setiap bulan kedua dalam satu semester.

Meskipun demikian, tantangan dalam Link and Match masih ada, terutama di SMK yang berlokasi jauh dari sentra industri besar. Keterbatasan akses terhadap peralatan modern dan kurangnya komitmen industri kecil untuk menjadi mitra sekolah menjadi hambatan. Oleh karena itu, perlu adanya peran aktif dari pemerintah daerah dan asosiasi industri untuk menjembatani kesenjangan ini, memastikan bahwa setiap lulusan SMK memiliki kompetensi yang benar-benar dibutuhkan oleh pasar kerja saat ini.