Sejarah modern Turki ditandai oleh serangkaian reformasi fundamental, salah satunya adalah Perombakan Pendidikan yang dipelopori oleh Mustafa Kemal Ataturk. Kebijakan ini tidak hanya mengubah struktur, tetapi juga filosofi dasar sistem pendidikan, menjadikannya alat utama pembentukan identitas republik yang sekuler dan modern. Analisis mendalam terhadap kebijakan ini dan komparasinya dengan pengalaman Indonesia dapat memberikan wawasan berharga.
Perombakan Pendidikan di Turki, yang dimulai tak lama setelah proklamasi Republik pada tahun 1923, berfokus pada sekularisasi total. Ataturk menghapuskan sistem pendidikan berbasis agama yang diwarisi dari Kesultanan Utsmaniyah dan menyatukannya di bawah kontrol negara. Ini diikuti dengan penggantian aksara Arab ke alfabet Latin pada tahun 1928, sebuah langkah revolusioner yang bertujuan untuk meningkatkan literasi dan membuka akses terhadap pengetahuan Barat. Kampanye literasi besar-besaran diluncurkan, bahkan Ataturk sendiri turut mengajar alfabet baru di berbagai tempat pada tahun 1929. Kebijakan ini secara efektif memutus hubungan simbolik dengan masa lalu Islam dan mengarahkan Turki menuju modernitas ala Barat.
Di Indonesia, meskipun tidak ada Perombakan Pendidikan se-radikal Turki dalam hal sekularisasi total, proses modernisasi pendidikan juga telah berlangsung sejak kemerdekaan. Pendidikan di Indonesia mengakomodasi keberadaan pendidikan agama dan swasta, namun tetap berada dalam kerangka kurikulum nasional yang ditetapkan pemerintah. Berbeda dengan Turki yang meniadakan mata pelajaran agama di sekolah umum, Indonesia tetap memasukkannya sebagai bagian dari kurikulum. Sebuah studi komparatif yang diterbitkan oleh Pusat Studi Kebijakan Asia Tenggara pada bulan April 2025 menunjukkan bahwa pendekatan Indonesia cenderung lebih inkremental dan adaptif terhadap nilai-nilai lokal dan agama, dibandingkan dengan pendekatan Turki yang lebih revolusioner.
Namun, kedua negara memiliki tujuan yang sama: meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan mempersiapkan generasi muda menghadapi tantangan zaman. Baik Turki maupun Indonesia telah berinvestasi dalam perluasan akses pendidikan, pembangunan infrastruktur, dan pengembangan kurikulum. Tantangan yang dihadapi pun mirip, seperti pemerataan kualitas guru, adaptasi terhadap perkembangan teknologi, dan penyelarasan kurikulum dengan kebutuhan industri. Misalnya, pada tahun 2024, Kementerian Pendidikan Nasional Turki mengumumkan program pelatihan digital besar-besaran untuk lebih dari 500.000 guru, serupa dengan upaya Indonesia dalam meningkatkan kompetensi guru di era Kurikulum Merdeka.
Dengan menganalisis kebijakan Perombakan Pendidikan di Turki dan membandingkannya dengan konteks Indonesia, kita dapat menarik pelajaran berharga tentang berbagai strategi dan tantangan dalam membangun sistem pendidikan yang responsif dan berdaya saing. Meskipun pendekatan yang diambil berbeda, tujuan akhir untuk memajukan bangsa melalui pendidikan tetap menjadi prioritas utama.